Bakulbakulan.com – Mantra pengasihan Semar yang tersebar luas dalam komunitas masyarakat Jawa adalah salah satu bentuk ilmu pengasihan yang memiliki beragam jenisnya. Perbedaan di antara berbagai jenis mantra pengasihan Semar ini tidak hanya berkaitan dengan teks mantra itu sendiri, tetapi juga dengan tujuan serta cara penggunaannya.
Pengasihan merupakan salah satu variasi mantra yang berfungsi untuk menarik hati seseorang. Hal ini sangat menarik perhatian, karena entitas yang diciptakan oleh mantra ini bukan hanya berupa kata-kata dalam mantra itu sendiri, tetapi juga mencakup konteks penggunaannya. Mantra pengasihan Semar memiliki akar budaya yang kuat, yang mencerminkan pandangan hidup masyarakat Jawa secara umum. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam mantra pengasihan Semar memiliki implikasi terhadap pandangan hidup tradisional masyarakat Jawa.
Makna denotatif ditemukan dalam berbagai jenis mantra pengasihan Semar, seperti pengasihan semar gedhe, pengasihan semar mesem, pengasihan semar wulan, pengasihan semar putih, pengasihan semar kuncung, pengasihan semar ireng, dan pengasihan semar kuning.
Misalnya, dalam petikan mantra “Niyat ingsun amatek ajiku si semar mesem,” niat menjadi unsur kunci dalam mantra ini. Niat yang diungkapkan dalam mantra mencerminkan jenis pengasihan Semar yang digunakan, seperti pengasihan semar mesem. Dalam tradisi masyarakat Jawa, niat memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan dan dapat memengaruhi sugesti dalam pikiran manusia.
Mantra semar wulan, seperti “Asih, asih, asiha maring aku,” mengungkapkan tujuan penggunanya untuk dicintai oleh seseorang yang menjadi target mantra ini. Ini mencerminkan prinsip asah asih asuh dalam falsafah hidup orang Jawa, yang mengajarkan saling menyayangi sesama manusia.