Bakulbakulan.com – Dalam agama Hindu, konsep sampradaya memiliki makna yang mendalam.
Kata tersebut dapat diterjemahkan sebagai “tradisi” atau “sistem keagamaan,” namun dalam konteks India, kata tersebut memiliki makna yang jauh lebih mendalam daripada terjemahannya dalam bahasa Inggris.
Konsep sampradaya erat kaitannya dengan guru atau parampara, yaitu garis keturunan para guru spiritual yang mengemban dan mentransmisikan tradisi tersebut.
Sampradaya utama dalam Hinduisme saat ini meliputi Shaivism, Shaktism, Vaishnavism, dan Smartha.
Setiap cabang tersebut memiliki ritual, keyakinan, dan tradisi yang sama, namun masing-masing memiliki filosofi yang berbeda dalam mencapai tujuan hidup yang paling tinggi, yaitu moksha (pembebasan).
Sampradaya mengacu pada sebuah aliran filsafat yang telah mapan di dalam cabang tertentu, sementara parampara mengacu pada garis keturunan tradisional para guru dari setiap sampradaya.
Keberadaan berbagai sampradaya dalam Hinduisme, daripada menyebabkan perpecahan, justru menunjukkan pandangan yang saling melengkapi.
Tidak ada rasa permusuhan antar aliran tersebut.
Di antara para pengikut Hindu secara keseluruhan, terdapat keyakinan kuat bahwa banyak jalan menuju Tuhan Yang Maha Esa, Sumber, atau apapun yang seseorang pilih untuk menyebut kebenaran ultimat itu.
Adanya pertukaran gagasan yang sehat dan debat logis membantu menyempurnakan filosofi masing-masing aliran.
Seringkali, seseorang mengikuti satu aliran tetapi mengambil sudut pandang dari aliran lain untuk masalah tertentu.
Sampradaya: Warisan Spiritual dan Ritual
Sampradaya menghubungkan suksesi para murid yang membentuk tradisi yang memberikan stabilitas “denominasi.”
Sebaliknya, garis keturunan guru tertentu disebut parampara, dan dengan menerima inisiasi (diksha) ke dalam parampara seorang guru yang hidup, seseorang menjadi bagian dari sampradaya yang sesuai.
Inisiasi diksha adalah cara di mana seseorang dapat menjadi anggota suatu sampradaya.
Ini adalah prosedur ritual, salah satu fungsi utama dari sampradaya.
